Archive for April, 2013

Flyover Jalan Magelang-Ring Road Utara Yogyakarta

Sunday, April 7th, 2013

Saat ini sedang dilaksanakan pembangunan jalan layang (fly over) pada simpang Jalan Magelang-Ring road utara Yogyakarta. Pada saat tulisan ini dibuat, proses pembangunan sudah menyelesaikan tahapan jalan layang arah barat-timur. Pada tahap selanjutnya akan dikerjakan bagian jalan layang dari timur ke utara. Dari informasi yang bisa diperoleh, pekerjaan ini direncanakan sebagai pekerjaan tahun jamak dan direncanakan akan diselesaikan pada tahun 2014.

Jalan layang tersebut dibuat dari beton bertulang prategang dengan tipe struktur box girder. Struktur ini dipilih karena akan mampu memberikan kestabilan yang baik pada struktur jembatan terutama untuk menahan torsi. Persoalan yang ingi dikritisi pada tulisan ini adalah pemilihan metode pelaksanaanya yaitu metode pengecoran ditempat (cast in site).

Sudah menjadi pemahaman yang umum di kalangan insinyur sipil bahwa beton memerlukan usia sekitar 28 hari untuk mencapai kekuatan rencananya. Sebelum mencapai kuat rencananya, beton tidak mampu mendukung beban-beban termasuk beban dari beratnya sendiri. Untuk itu pada kondisi seperti itu beton harus ditopang dalam cetakannya. Setelah beton mempunyai kekuatan dan bisa bekerja secara kompsit dengan tulangan atau kabel baja prategang, cetakan dan penopang (perancah) akan dibongkar.

Dengan pemilihan metode pelaksanaan pengeceroan di tempat, maka untuk kasus jembatan layang persimpangan, adanya banyak penopang selama beton belum mempunyai kekuatan yang cukup akan menghambat arus lalu-lintas. Simpang Jalan Magelang-Ring Road utara Yogyakarta menampung arus lalu lintas yang sehari-hari sangat padat sehingga adanya gangguan arus pada akhirnya mengakibatkan kemacetan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengurangi kemacetan antara lain adanya himbauan untuk tidak melintasi simpang tersebut dan membuat pengalihan jalur. Pada kedua usaha ini ternyata pengguna jalan yang harus berkorban dengan menyediakan waktu tempuh yang semakin lama dan bahan bakar yang lebih banyak dikonsumsi kendaraanya. Jika diakumulasikan, ongkos tambahan dan biaya sosial yang harus ditanggung oleh pengguna jalan akan sangat besar.

Sesungguhnya masih terdapat alternatif dalam pembangunan jalan layang tersbut dengan tidak mengorbankan pengguna jalan secara berlebihan. Alternatif tersebut antara lain adalah menggunakan metode box girder beton pracetak sehingga beton sudah mempunyai kekuatan yang cukup untuk segera dikompositkan dengan kabel prategang. Dengan tidak adanya penopang, atau seandainya ada pun akan tidak terlalu lama, sehingga gangguan terhadap arus lalu lintas bisa dikurangi.

Alternatif kedua adalah menggunakan struktur box girder dari baja. Struktur ini jauh lebih ringan dari struktur baja namun memiliki kekuatan dan kestabilan yang sangat baik. Pemilihan menggunakan box girder dari baja akan jauh mempercepat masa pelaksanaan karena struktur akan lebih ringan sehingga lebih mudah dalam handling dan instalasinya.

Pemilihan struktur box girder pracetak-prategang beton atau box girder baja belum tentu lebih mahal dibandingkan dengan metode beton cor di tempat. Walaupun dari komponen biaya material lebih mahal dibandingkan beton pracetak-prategang dan baja, namun dari sisi waktu pelaksanaan yang lebih singkat juga akan mengurangi biaya dari komponen tenaga kerjanya. Lebih dari itu, biaya tambahan dari pengguna dan ongkos sosialnya akan jauh lebih rendah.

Sebagai akhir catatan, penulis belum bisa memberikan analisis mengapa pilihan beton cor setempat dipilih oleh Pengelola Proyek pada pembangunan simpang yang arus lalu lintasnya sangat tinggi tersebut.

 

Salam.

 

Gedung Gama Book Store UGM

Sunday, April 7th, 2013

Mengacu kepada keterangan dari http://www.gamamulti.com/our-business/gama-book-store.html, PT Gama Book Store (GBS) didirikan sebagai wujud perhatian dan kepedulian UGM terhadap kebutuhan fasilitas penunjang pendidikan bagi civitas akademika. Pembangunan Gama Book Store dimulai pada sekitar akhir 2006. Terlepas dari tujuan dan pembiayaannya, sampai dengan bulan April 2013 bangunan tersebut belum berfungsi meskipun secara fisik bangunan sudah selesai beberapa tahun sebelumnya. Sebagai informasi pelengkap, bangunan Gedung Gama Book Store berada di sisi timur Jalan Kaliurang km 4, tepatnya sebelah utara kantor Bank BNI Cabang UGM. Foto bangunan tersebut bisa dilihat di http://anginbiru.wordpress.com/2011/03/07/gama-book-store-ugm-jl-kaliurang/

Informasi yang dapat diperoleh mengenai belum beroperasinya fasilitas tersebut terkait dengan dua hal. Pertama adalah adanya persoalan hukum antara pihak kampus dengan investor yang berlarut-larut. Dari laman http://ugm.ac.id/ugm/id/news/6584-ugm.won.appeal.against.pt.neocelindo dapat dilihat bahwa UGM memenangkan kasus gugatan dari investor PT Neocelindo yang menuntut UGM membayar kerugian sebesar 94,7 miliar rupiah. Persoalan kedua, dan ini juga masih terkait yang pertama, bangunan Gama Book Store tidak bisa mendapat IMB dari pemerintah daerah setempat karena tidak memenuhi persyaratan adminstratif dan teknis, yang di antaranya adalah terkait dengan jarak bangunan dari Jalan Kaliurang. Pernah ada informasi (yang harus dicek kebenarannya lebih lanjut), menyebutkan bahwa proses pengurusan IMB menjadi bagian dari tanggung jawab investor, sementara investor mengatakan bahwa tanggung jawab pengurusan IMB juga menjadi tanggung jawab UGM dan perjanjian pembangunan disepakati untuk dimulai meskipun IMB belum diterbitkan.

Pertanyaanya yang bisa diajukan, mengapa proses pembangunan bisa dimulai (entah pihak mana yang memberikan ijin memulai) jika IMB belum diperoleh? Atau setidaknya walaupun IMB belum diterbitkan namun sudah ada bukti yang bisa dijadian pegangan secara sah bahwa rencana pembangunan gedung tersebut tiak melanggar peraturan sehingga tidak ada kendala dalam proses perijinannya? Mengapa tim perencana tidak berkonsultasi ke pihak pemberi IMB dalam hal ini adalah pemerintah daerah Sleman dan DIY?

Jika proses perencanaan dilaksanakan dengan baik, artinya tim perencana mempertimbangkan peraturan untuk mendapatkan IMB, dan akan lebih baik jika berkonsultasi dengan pihak-pihak yang berwenang menerbitkan IMB, maka ada dua kemunginan yang saat ini bisa terjadi. Kemungkinan pertama, tidak akan ada bangunan Gama Book Store karena tidak jadi dibangun, lalu kemungkinan kedua adalah saat ini (April 2013) bangunan Gama Book Store sudah bisa berfungsi.

Secara nyata telah terjadi kerugian dari semua pihak, dalam hal ini adalah investor dan UGM karena bangunan yang secara fisik sudah berdiri namun tidak bisa memberikan kemanfaatan. UGM merugi karean tidak bisa memanfaatkan asetnya, sementara investor merugi karena sudah mengeluarkan biaya untuk pembangunan gedung. Karena analisis yang dilakukan tidak dititikberatkan pada persoalan hukum, siapa pihak yang lebih bersalah tidak dibicarakan dalam tulisan ini. Sebagai akhir dari catatan kecil ini, dapat disimpulkan telah terjadi kegagalan perencanaan karena tidak menghasilkan produk perencanaan yang sesuai dengan peraturan untuk mendapatkan IMB. Pelajaran yang bisa diambil dari permoasalah Gedung Gama Book Store menurut penulis antara lain;

  1. Dalam proses perencanaan, tidak hanya aspek teknis saja yang diutamakan, namun aspek-aspek non teknis juga harus diperhatikan karena bisa jadi aspek non teknis juga menentukan keberhasilan pembangunan.
  2. Membangunan komunikasi yang efektif antara berbagai pihak dalam proses perencanaan adalah ketrampilan dasar yang harus dipunyai oleh semua orang yang terlibat dalam proses perencanaan.
  3. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada asumsi yang tidak valid bisa menimbulkan kekeliruan dan kerugian yang fatal.

Semoga catatan kecil ini bisa mengingatkan penulis untuk mengingat pelajaran yang diambil dari kasus ini.

Salam,

Yogyakarta, 7 April 2013